Sebagaimana menyambut tamu yang bertandang kerumah kita, sebagai tuan rumah tentu akan mempersiapkan sambutan terbaik dan memperlakukannya dengan sangat hormat. Tak lain agar para tamu merasa nyaman dan bahagia sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim AS yang bersikap sangat ramah terhadap tamu-tamunya (51: 24-26) dan juga ajaran dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim.

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, hendaklah dia memuliakan tamunya” (Hr. Bukhori dan Muslim)

Pun demikian dengan dhuyufullah atau tamu tamu Allah. Sebuah sebutan istimewa untuk umat muslim yang mendapatkan kesempatan melakukan perjalanan spiritual berupa menunaikan ibadah haji ke Baitullah. Pengampunan-Nya, Rahmat-Nya, dan Maghfirah-Nya adalah fasilitas yang disediakan oleh Allah sebagai tuan rumah. Maka sebagai dhuyufullah, para jamaah haji tentu akan menemui tuan rumah dengan riang gembira.

Demikianlah yang disampaikan oleh Prof. Dr. Miftahul Huda M.Ag, wakil rector III bidang kemahasiswaan dan Kerjasama IAIN Ponorogo. Di tahun 2024 ini, beliau dan istri mendapat kesempatan untuk menunaikan ibadah haji. Guru besar manajemen wakaf tersebut menyatakan bahwa perbedaan antara jamaah haji regular dan khusus hanya pada fasilitas fisik saja, namun penghayatan, kebahagaian, kegembiraan, dan kesyukuran terletak di hati masing-masing. Demikian juga dengan pelayanan dari pemerintah, juga tidak ada perbedaan secara signifikan selain dari segi fasilitas. Pemerintah tidak membeda-bedakan jamaah berdasarkan jenis hajinya apakah regular maupun khusus. Semua mendapatkan pelayanan yang adil sesuai dengan kebutuhan.

Makanan Layak Konsumsi dengan Asupan Gizi Seimbang

Menu Makanan Jamaah Haji Reguler
Menu Makanan Jamaah Haji Reguler

Dari segi fasilitas makanan contohnya, jamaah haji regular juga mendapatkan lauk pauk yang layak konsumsi. Selain menyajikan cita rasa nusantara, PPIH juga membagikan konsumsi tepat waktu. Sehingga tidak ada jamaah yang kelaparan dan terlantar karena tidak mendapatkan konsumsi. Porsi yang disiapkan setiap jamaah juga sesuai dengan kebutuhan jamaah, tidak terlalu sedikit dan tidak juga berlebihan. Semua ditakar sesuai dengan kebutuhan. Sehingga para jamaah haji bisa menjalankan wajib haji di Armuzna dengan penuh kekuatan karena asupan gizi yang seimbang.

Layanan Kesehatan di Tenda Mina

Prof. Dr. Mifrahul Huda mengakui bahwa tenda di Mina memang tidak luas. Hal ini disebabkan karena jamaah haji di seluruh dunia melaksanakan rukun haji di waktu yang sama. Pemerintah Arab Saudi sudah membagi plot lokasi setiap negara sedemikian rupa. Indonesia dengan kuota jamaah yang mencapai 241.000, tentunya harus berbesar hati untuk saling berbagi dengan jamaah lainnya. Hal ini sejalan dengan nilai nilai akhlak yang memang harus melekat disetiap hati manusia baik saat melaknsakan ibadah haji ataupun tidak. Bahwa berbagi dengan sesama, menghargai, saling membantu, saling tolong menolong adalah nilai muamalah ma’an nas yang harus melekat pada diri setiap muslim.

Petugas Kesehatan memeriksa jamaah secara rutin di tenda
Petugas Kesehatan memeriksa jamaah secara rutin di tenda

Oleh karena itu, untuk memastikan bahwa setiap jamaah tetap dalam keadaan sehat dengan kondisi tenda yang sedemikian rupa, pemerintah melalui PPIH bidang Kesehatan selalu bersiap siaga 1×24 untuk membersamai jamaah haji. Khususnya jamaah haji beresiko tinggi dan difabilitas, mendapatkan layanan prioritas dari petugas. Obat-obatan, cek suhu, cek tekanan darah dilakukan secara berkala untuk memastikan bahwa para jamaah dalam keadaan sehat jasmani dan rohani untuk melaksanakan ibadah wajib haji.

Yang dirasakan selama mabit di Mina dan pelaksanaan jamarah justru semangat kebersamaan, sinergitas antar satu jamaah dengan jamaah yang lain. Di bawah tenda Mina, seseorang Kembali menjadi manusia yang setara. Tidak ada jabatan keduniawian, taka da perlakuan khusus karena strata social. Semua saling menguatkan dengan penuh kebersamaan dengan tujuan yang sama. Sama-sama dikuatkan dan dimampukan menjalankan wajib haji apapun kendala dan tantangan yang dihadapi.

Skema Murur, Menguntungkan Jamaah Beresiko Tinggi dan Difabilitas

Suhu di Arab Saudi disaat puncak haji mencapai 51 derajat celcius. Kondisi ini tentu sangat membahayakan Kesehatan jamaah beresiko tinggi dan juga difabel. Oleh karena itu, kebijakan skema murur yang diterapkan pemerintah di tahun 2024 ini dinilai sangat tepat untuk diimplementasikan.

Murur adalah pergerakan Jemaah haji dari Arafah langsung menuju Mina tanpa turun di Muzdalifah. Skema ini diprioritaskan untuk jamaah dengan resiko tinggi dan difabilitas yang dil aksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah 1445 H pada pukul 19.00-22.00. Pada kloter SUB 20, terdapat 33% jamaah haji mengikuti skema murur. Totalnya sekitar 122 jamaah. Adapun secara keseluruhan jamaah di kloter SUB 20 ada 371 orang.

Prof. Dr. Miftahul Huda saat mabit di Muzdalifah

Bagi jamaah beresiko tinggi dan difabilitas, PPIH akan melakukan pendampingan lebih ekstra. PPIH bahu membahu memberikan kebutuhan sesuai denga napa yang dibutuhkan jamaah beresiko tinggi dan difabilitas.

Prof. Dr. Miftahul Huda menekankan bahwa ibadah haji merupakan ibadah yang melibatkan fisik, dan hati. Ketika jamaah hanya memfokuskan pada kegiatan ibadah dan mendekatkan diri pada Allah, maka segara kekurangan yang berbentuk fisik tidak akan mengurangi kekhusyukan dalam ibadah. Apresiasi yang tinggi juga disampaikan kepada pihak Kemenag pada penyelenggaraan haji tahun 2024 ini. Inovasi dan pelayanan yang diberikan, membuat jamaah haji regular merasakan kenyamaan selama menjalankan ibadah haji.

PPIH mendampingi lansia
PPIH mendampingi lansia

“Jangan sampai kendala teknis yang tak luput dari manusia justru menjadi penghalang kemabruran haji kita”, ucap Prof. Dr. Miftahul Huda.

Shares:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *