Berdasarkan data dari Kementerian Agama, jamaah lansia yang menunaikan ibadah haji di tahun 2024 mencapai 45.678 atau sekitar 21,41% dari keseluruhan jamaah. Jamaah lansia adalah mereka yang berusia di atas 65 tahun. Melihat banyaknya jamaah lansia di tahun 2024 ini, maka Kementerian Agama menyatakan komitmennya untuk menyelenggarakan program ramah lansia haji dan disabilitas.

Prof. Dr. Evi Muafiah M.Ag, rektor IAIN Ponorogo yang saat ini sedang mendapatkan amanah untuk menjadi petugas haji 2024, memaparkan empat program prioritas Kemenag untuk menyelenggarakan haji ramah lansia dan disabilitas. Adapun keempat program tersebut adalah sebagai berikut ini:

Skema Murur untuk Jamaah Lansia dan Difabilitas

Murur adalah pergerakan jamaah haji dari Arafah langsung menuju Mina tanpa turun di Muzdalifah. Skema ini diprioritaskan untuk jamaah dengan risiko tinggi dan difabilitas yang dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah 1445 H pada pukul 19.00-22.00. Terdapat 750 jamaah yang mengikuti skema murur ini. Untuk kelancaran pelaksanaannya, panitia mempersiapkan 7 unit bis dengan rasio per bus 107 jamaah. Durasi waktu tempuh memakan waktu kurang lebih 120 menit dengan dua putaran.

Kebijakan skema murur untuk jamaah dengan risiko tinggi dan difabilitas ini merupakan langkah yang logis mengingat tingginya angka lansia dan difabilitas pada jamaah haji 2024 ini. Skema ini juga sejalan dengan pendapat Imam Syafii yang menyatakan bahwa mabit di Muzdalifah hukumnya sunnah. Sehingga jamaah yang melaksanakan skema murur tidak wajib membayar dam.

Lauk Ramah Lansia

Membutuhkan keadaan fisik yang fit untuk melaksanakan rangkaian ibadah haji, PPIH (Petugas Pelaksana Ibadah Haji) juga menyediakan lauk yang ramah lansia. Petugas menyediakan lauk yang mudah dicerna seperti bubur, dengan cita rasa khas nusantara. Sehingga para lansia tidak kesulitan dalam mencerna makanan. Selain bubur, PPIH juga menyediakan daging yang lunak. Dengan tersedianya lauk ramah lansia ini, diharapkan mampu menaikkan nafsu makan jamaah lansia sehingga menjadi energi bagi jamaah untuk melaksanakan ibadah haji.

Safari Wukuf

Masih berkaitan dengan skema murur, safari wukuf adalah dispensasi bagi jamaah haji berisiko tinggi dan difabilitas yang sedang sakit ataupun tidak mampu melaksanakan wukuf sendiri berdasarkan rekomendasi dari dokter. Di tahun 2024 ini, tercatat sebanyak 301 jamaah haji berisiko tinggi dan difabilitas yang mengikuti safari wukuf dengan pendampingan ketat dari petugas medis. Jamaah yang mengikuti safari wukuf ini dibawa kembali ke hotel transit dengan melintasi Muzdalifah tanpa bermalam.

Bis Sholawat Ramah Lansia

Idealnya, jarak antara penginapan jamaah dengan Masjid Nabawi tidak lebih dari 1-2 km. Namun karena suatu hal tertentu, beberapa jamaah tinggal di hotel yang jaraknya sekitar 5 km dari Masjid Nabawi. Maka dari itu, untuk memfasilitasi jamaah haji yang berada di lokasi yang terhitung jauh dari Masjid Nabawi, pemerintah menyediakan fasilitas bis sholawat yang stand by di depan hotel dan bersiap mengantar jamaah haji untuk melaksanakan ibadah di Masjid Nabawi.

Dalam bis sholawat tersebut, jamaah berisiko tinggi dan difabilitas mendapatkan prioritas baik dari segi pemilihan tempat duduk di bis, waktu masuk dan keluar, maupun saat tiba di lokasi. Petugas PPIH terus mengingatkan kepada jamaah bahwa memprioritaskan jamaah lain yang lebih membutuhkan adalah bagian dari ibadah yang bisa menentukan kemabruran haji seseorang.

Rektor IAIN Ponorogo, Prof. Dr. Evi Muafiah M.Ag, selaku petugas pendamping haji juga terus mengingatkan kepada jamaah dampingannya bahwa haji mengandung dua nilai ibadah sekaligus yaitu hablu minallah dan habluminannas. Hablu minallah ditunjukkan dengan kekhusyukan jamaah saat melaksanakan ibadah dan rangkaian dalam haji dan umroh. Sedangkan habluminannas tampak dari bagaimana kita memperlakukan jamaah lain secara manusiawi.

Selain fokus pada ibadah kepada Allah, kemabruran haji bisa diraih jika terdapat kasih sayang dan saling tolong menolong antara satu dengan yang lainnya. Saling membantu dan memberikan keringanan ketika bertemu dengan sesama saudara yang sedang melaksanakan ibadah haji, mampu menahan ego dalam diri, dan saling berbuat kebaikan.

Prof. Dr. Evi Muafiah M.Ag juga menegaskan bahwa setiap pelaksanaan ibadah haji tentu akan ditemukan kekurangan. Namun kekurangan tersebut diharapkan tidak menjadi penghalang bagi setiap jamaah untuk menjalankan ibadah haji. PPIH dan Kemenag setiap tahunnya berikhtiar untuk memperbaiki layanan tak lain adalah untuk mempersembahkan pelayanan terbaik bagi semua jamaah tanpa terkecuali. Kenyamanan jamaah dalam melaksanakan ibadah haji merupakan prioritas utama Kemenag yang terus disampaikan kepada seluruh PPIH.

“PPIH ke tanah suci itu sebagai petugas ibadah, bukan untuk melaksanakan ibadah, jika ada kesempatan ibadah itu adalah bonus”, tegas Prof. Evi Muafiah M.Ag mengakhiri wawancara.

Shares:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *