Ponorogo, Jumat, 14/7/2023. Panggung Utama Alun-alun Ponorogo menjadi saksi bagaimana Reyog Watoe Dhakon IAIN Ponorogo berhasil memukau penonton dalam Festival Nasional Reog Ponorogo XXVIII. Para penari reyog, yang merupakan mahasiswa IAIN Ponorogo, berhasil menampilkan dan mementaskan tarian Reyog Ponorogo dengan sangat baik, mencerminkan nilai-nilai moderasi beragama dan filosofi Islam yang kini menjadi bagian integral dari pertunjukan tersebut.
Festival Reog Nasional, yang telah diadakan oleh Pemerintah Kabupaten Ponorogo setiap tahun sejak 2004, kini memasuki tahun ke-XXVIII. Acara ini merupakan bagian dari rangkaian Grebeg Suro, yang juga mencakup Festival Reyog Remaja, Simaan Alquran, Kirab Pusaka, dan Pameran Kebudayaan lainnya. Rangkaian acara ini menjadi pesta rakyat terbesar di Ponorogo dan salah satu festival budaya terbesar di tingkat nasional, mencerminkan visi tentang dunia yang penuh perdamaian dan menghargai perbedaan budaya.
Pentas tarian Reyog yang memukau ini adalah perpaduan dari Jathil, Warok, Bujang Ganong, Klono Sewandono dan Barongan Dadak Merak Reyog. Tidak hanya piawai dalam gerakan, pentas ini juga berisi cerita Reyog Ponorogo, yang ditambah dengan aransemen lagu Ya La Wathon pada akhir pentas. Reyog Watoe Dhakon IAIN Ponorogo pada FRN Ponorogo XXVIII ini berhasil memukau ribuan pasang mata, dan tepuk tangan riuh mengiringi selama pentas berlangsung.
IAIN Ponorogo, khususnya Unit Kegiatan Mahasiswa Paguyuban Seni Reyog Mahasiswa Watoe Dhakon (UKM PSRM Watoe Dhakon), merasa bangga dapat tampil, berkontribusi, dan berkompetisi dalam FRN Ponorogo XVIII tahun ini. Ini merupakan perwujudan rasa cinta dan aksi nyata dalam melestarikan kesenian tradisi adiluhung, dalam hal ini Reyog Ponorogo, sejalan dengan nilai-nilai yang menjunjung tinggi nilai luhur kemanusiaan dan penerimaan terhadap tradisi.
Ponorogo, yang dikenal sebagai kota santri dan memiliki budaya adiluhung warisan nenek moyang yang luar biasa, bersama IAIN Ponorogo, berperan aktif dalam mengembangkan keilmuan agama sekaligus melestarikan kesenian. Partisipasi mereka dalam festival ini juga merupakan perwujudan rasa cinta kepada Tanah Air, mencerminkan komitmen kebangsaan yang menjadi salah satu nilai inti.
Visi tentang dunia baru yang bernafaskan moderasi beragama, ditandai oleh perdamaian, tanpa memandang perbedaan budaya, etnis, ras, dan agama, tampaknya sangat relevan dengan apa yang ditunjukkan dalam festival ini. Festival seperti ini, yang merayakan dan melestarikan budaya dan tradisi lokal, adalah contoh nyata dari bagaimana visi ini dapat diwujudkan.
Dalam konteks ini, penting untuk mencatat bahwa kegiatan seperti Festival Reog Nasional tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai sarana untuk mempromosikan moderasi beragama dan toleransi antarbudaya. Dengan demikian, festival ini membantu mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan: perdamaian, inklusi, pembangunan berkelanjutan, dan keadilan. Ini adalah contoh bagus bagaimana seni dan budaya dapat digunakan sebagai alat untuk mempromosikan perdamaian dan toleransi.
Festival Reog Nasional yang diadakan di Ponorogo ini bukan sekadar hiburan rakyat, tetapi juga menjadi wadah penting dalam mempromosikan moderasi beragama dan toleransi antarbudaya. Menurut studi Damayanti et al. (2021), Reyog Ponorogo memiliki nilai-nilai mulia kehidupan Jawa dan dapat dilihat sebagai identitas masyarakat dan pembawa perdamaian bagi orang lain. Dengan demikian, festival ini membantu mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan: perdamaian, inklusi, pembangunan berkelanjutan, dan keadilan.
Masih berdasarkan studi Damayanti et al. (2021), penting untuk dicatat bahwa Reyog Ponorogo, meskipun memiliki akar dalam tradisi dan mitologi lokal, telah mengalami perubahan dan adaptasi seiring berjalannya waktu. Salah satu perubahan paling signifikan adalah pengaruh Islam, yang telah membentuk dan membentuk ulang praktik dan interpretasi Reyog Ponorogo. Sebagai contoh, dalam pertunjukan Reyog, hidangan dalam bentuk makanan dan minuman tidak lagi digunakan sebagai bentuk pemanggilan roh leluhur, tetapi lebih untuk mengajarkan nilai-nilai filosofis yang sebenarnya secara tidak langsung mewakili ajaran Islam. Selain itu, keberadaan persembahan bukan lagi bentuk sarana spiritual untuk memanggil roh leluhur, tetapi hanya terbatas pada pelestarian budaya agar generasi muda dapat terus menginspirasi ajaran Jawa kuno.
Reyog Ponorogo adalah bentuk seni tradisional yang berasal dari Ponorogo, sebuah kabupaten di Jawa Timur, Indonesia. Ini adalah teater tari yang mengandung elemen magis dan diiringi oleh musik gamelan dan nyanyian dalam bahasa lokal. Simbolisme kaya dari Reyog Ponorogo juga dapat dilihat dalam karakter Singa Barong, yang mewakili kebebasan Ponorogo yang bawaan dan penentangannya terhadap aturan Majapahit yang sentralis.
Reyog Ponorogo juga diakui sebagai identitas budaya bangsa Indonesia dan dianggap sebagai bentuk seni legendaris. Ini adalah sumber kebanggaan bagi masyarakat Ponorogo, dan tarian ini dilakukan dalam acara-acara khusus seperti pernikahan, perayaan Islam, dan hari jadi Kabupaten Ponorogo. Tarian ini telah menjadi simbol bagi kelompok etnik dan telah muncul dari perannya yang tradisional dalam budaya lokal.
Dengan demikian, Reyog Ponorogo mencerminkan budaya perdamaian melalui nilai-nilai mulia kehidupan Jawa dan simbolisme yang kaya. Ini adalah sumber kebanggaan bagi masyarakat Ponorogo dan telah menjadi simbol bagi kelompok etnik. Tarian ini dilakukan dalam acara-acara khusus dan diakui sebagai identitas budaya bangsa Indonesia.
Sumber:
Damayanti, V., Muafiah, E., & Safira, J. (2021). The influence of Islamic in ritual shifted of Reog Ponorogo. https://doi.org/10.4108/eai.27-10-2020.2304154
[…] Webometrics menjadi salah satu rujukan utama dalam mengukur hal tersebut. Mari kita lihat bagaimana IAIN Ponorogo berprestasi dalam peringkat Webometrics, baik di tingkat nasional maupun di kalangan […]
[…] dari itu, dalam tulisan ini kita akan menyelami lebih dalam bagaimana Gendhing Pepeling, sebagai representasi seni, dapat mencerminkan pesan dan esensi dari Surah Al-Ankabut ayat 45. Melalui analisis ini, kita akan […]
[…] Menurut data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Indonesia memiliki 1728 Warisan Budaya Takbenda yang terbagi dalam lima domain, menegaskan keanekaragaman budaya negeri […]
[…] Seni Reyog Ponorogo tidak hanya memperkaya khazanah seni pertunjukan Indonesia tetapi juga memainkan peran vital dalam mempromosikan toleransi dan pemahaman lintas budaya. Di tengah tantangan sosial yang dihadapi oleh masyarakat multikultural, kesenian ini menawarkan pesan tentang pentingnya kerukunan dan saling pengertian. Melalui tarian yang dinamis, musik yang menggugah, dan simbolisme yang mendalam, Reyog Ponorogo menjadi jembatan yang menghubungkan masa lalu yang kaya dengan masa depan yang inklusif. […]