Mengisi Ruang Maya
konflik etnik dan agama

Semakin Miskin, Semakin Berkonflik: Sebuah Ironi dari Nigeria dan Pelajaran bagi Indonesia

Dengan kekayaan kultural dan religius yang beragam, Nigeria memperlihatkan sebuah paradoks yang mengejutkan: ketika ekonominya merosot, potensi konfliknya semakin meningkat. Apakah Indonesia, dengan keragaman budaya yang hampir sama, berada dalam risiko yang sama? Simak artikel ulasan ini untuk menemukan jawaban dan pelajaran yang bisa kita petik untuk membangun masa depan yang lebih harmonis dan sejahtera.

Nigeria, sebuah negara dengan kekayaan budaya dan agama, sedang menunjukkan sebuah fenomena yang mengundang keprihatinan. Sebuah penelitian terbaru oleh Marafa pada tahun 2022 tentang  Examining the Relationship between Gross Domestic Product (GDP) and the Death Toll Resulting from Ethno-Religious Conflicts in Nigeria mengungkap sebuah kenyataan ironis: semakin miskin suatu wilayah, semakin tinggi potensi konflik etnik dan agama di wilayah tersebut.

Dengan menggunakan pendekatan kuantitatif, penelitian tersebut mengkaji hubungan antara Produk Domestik Bruto (PDB) dan angka kematian akibat konflik etnik dan agama di Nigeria dari tahun 2011 hingga 2019. Hasilnya cukup mencengangkan. Daerah-daerah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi justru lebih rentan mengalami konflik.

Gambar Angka Kematian Etnis-Agama menurut Negara Bagian di Nigeria dari 2011 hingga 2019 dan Angka Kematian Etnis-Agama menurut Zona Geopolitik di Nigeria dari 2011 hingga 2019. Sumber Marafa, Y. A. (2022). Examining the Relationship between Gross Domestic Product (GDP) and the Death Toll Resulting from Ethno-Religious Conflicts in Nigeria. Journal of Living Together, 7(1), 58-69.

Hal ini sejalan dengan temuan sebelumnya oleh Salawu pada tahun 2010 yang menekankan hubungan kuat antara kemiskinan, pengangguran, dan konflik etnik-agama di Nigeria. Sedangkan Ugorji dan Genyi pada tahun 2017 menyoroti tingginya tingkat kemiskinan di wilayah utara Nigeria yang berkontribusi pada konflik sosial dan agama. Dan tidak berhenti di situ, Etim dan kawan-kawan pada tahun 2020 menyatakan bahwa daerah pedesaan dengan tingkat kemiskinan yang tinggi serta adanya pemberontakan etnik dan agama mengalami penurunan dalam penciptaan bisnis dan lapangan pekerjaan.

Jadi, apa solusinya?

Meningkatkan pembangunan ekonomi dan menyeimbangkan distribusi sumber daya antar wilayah di Nigeria dapat menjadi jawaban untuk mengurangi konflik. Selain itu, peran pemerintah sangat krusial dalam mengatur dan mengawasi kelompok etnik dan agama untuk menjaga ketertiban dan keharmonisan. Kebijakan yang kuat, konsisten, dan diterapkan di semua tingkat pemerintahan juga dibutuhkan untuk mengatur urusan etnik dan agama.

Baca Juga :   Mengenal 8 Pilar Perdamaian Positif

Dan tentunya, para pemimpin agama memiliki peran besar dalam mengajarkan toleransi dan mencegah penyalahgunaan dalam nama agama. Mereka harus menjadi bagian dari solusi, bukan sebaliknya.

Lebih jauh, adanya representasi politik yang merata bagi semua kelompok etnik dan menghindari pemberian sumber daya berdasarkan preferensi tertentu dapat membantu mengurangi potensi konflik. Tidak lupa, pentingnya pendidikan berkualitas yang mencakup mata pelajaran tentang tanggung jawab sipil dan dampak kekerasan terhadap pembangunan sosial-ekonomi.

Jika Nigeria ingin menarik lebih banyak investor dan meningkatkan perekonomiannya, maka penyelesaian konflik etnik dan agama harus menjadi prioritas. Dengan demikian, pemahaman bahwa kemajuan ekonomi dan perdamaian adalah dua hal yang saling terkait akan semakin mengakar dalam masyarakat Nigeria. Kini, bola ada di tangan pemerintah dan masyarakat Nigeria untuk menciptakan masa depan yang lebih damai dan sejahtera.

Apakah Indonesia Berbeda dari Nigeria?

Studi terbaru yang mengkaji hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan konflik etnis-agama di Nigeria menunjukkan adanya korelasi positif antara rendahnya GDP dengan tingginya tingkat konflik. Sementara itu, Indonesia, sebagai salah satu negara dengan keberagaman etnis dan agama yang kaya, juga menunjukkan perkembangan ekonomi yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Namun, apakah pertumbuhan ekonomi di Indonesia juga memiliki korelasi dengan tingkat konflik?

Pada Desember 2022, GDP Indonesia tercatat sebesar 1319.10 USD Billion, meningkat dari angka sebelumnya yang sebesar 1186.51 USD Billion. GDP per kapita pun meningkat menjadi 4073.61 USD dari 3892.96 USD. Ini menunjukkan bahwa Indonesia secara makro mengalami pertumbuhan ekonomi yang stabil.

Sektor-sektor perekonomian pun menunjukkan angka yang impresif. Sektor jasa meningkat menjadi 58474.40 IDR Billion dari 55410.50 IDR Billion. Sektor pertambangan naik menjadi 222106.90 IDR Billion, sementara manufaktur mencatat angka 616158.30 IDR Billion. Meski sektor konstruksi sedikit menurun, sektor pertanian mengalami lonjakan yang signifikan dari 78240.10 IDR Billion menjadi 88503.50 IDR Billion.

Baca Juga :   Diversitas Metode Resolusi Konflik dalam Berbagai Budaya

Dengan pertumbuhan ekonomi yang demikian, pertanyaannya adalah apakah Indonesia, seperti kasus Nigeria, juga memiliki korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan konflik etnis-agama?

Dari berbagai data dan observasi di lapangan, Indonesia memiliki dinamika yang berbeda. Meski pertumbuhan ekonomi dan stabilitas sosial-politik menjadi dua hal yang saling berkaitan, konflik yang muncul di Indonesia lebih kompleks dan tidak selalu terkait langsung dengan GDP. Ada berbagai faktor lain yang mempengaruhi, seperti pendidikan, toleransi, dan interaksi sosial antar kelompok.

Namun, satu hal yang pasti: pemerataan pembangunan menjadi kunci untuk menghindari potensi konflik. Sektor-sektor seperti pertanian yang memiliki banyak pekerja tetapi kontribusi GDP-nya masih relatif kecil membutuhkan perhatian lebih untuk mencegah ketidakpuasan sosial yang bisa memicu konflik.

Kesimpulannya, pertumbuhan ekonomi memang penting, tetapi pemerataannya serta pendekatan holistik dalam membangun toleransi dan pemahaman antar kelompok adalah kunci utama menjaga stabilitas sosial di Indonesia.

Lantas, apa pelajaran yang dapat diambil Indonesia dari fenomena ini?

Indonesia, dengan keragaman etnik dan agama yang kaya, tentu bisa mengambil pelajaran dari Nigeria. Penting bagi kita untuk memastikan bahwa distribusi kekayaan dan pembangunan ekonomi dilakukan secara merata di seluruh wilayah, agar tidak ada daerah yang merasa terpinggirkan dan rentan terhadap konflik.

Peningkatan infrastruktur, pendidikan, dan kesejahteraan di daerah-daerah tertinggal harus menjadi prioritas. Keseimbangan pembangunan antara pusat dan daerah, antara Jawa dan luar Jawa, serta antara kota besar dan daerah pedesaan harus selalu dijaga.

Selain itu, pendidikan multikultural dan inklusif yang menekankan pentingnya toleransi dan kerjasama antar etnik dan agama harus ditanamkan sejak dini. Ini akan membantu mencegah munculnya sikap radikal dan intoleran di tengah masyarakat.

Baca Juga :   Menginginkan Gen Z tapi Tak Menghadirkan Politik Hijau

Dengan keragaman yang dimiliki, baik Nigeria maupun Indonesia, keduanya memiliki potensi besar untuk tumbuh dan berkembang. Namun, ini memerlukan pemahaman dan kerjasama dari seluruh lapisan masyarakat. Dengan bersama-sama membangun dan menjaga harmoni, kedua negara ini dapat menuju masa depan yang lebih cerah dan damai.

Baca artikel lengkapnya Marafa, Y. A. (2022). Examining the Relationship between Gross Domestic Product (GDP) and the Death Toll Resulting from Ethno-Religious Conflicts in Nigeria. Journal of Living Together, 7(1), 58-69.

Avatar photo

Redaksi El Kariem

Tim redaksi elkariem-mengisi ruang maya. "Saya adalah saya dan etnis, ras, atau agama saya adalah identitas saya. Anda adalah Anda dan etnis, ras, atau agama Anda adalah identitas Anda. Kita adalah satu umat manusia yang bersatu di satu planet, dan kemanusiaan kita yang bersama adalah identitas kita."

1 comment

Follow us

Don't be shy, get in touch. We love meeting interesting people and making new friends.

Most popular

Most discussed