Indonesia, dengan kekayaan budayanya, memiliki sejarah panjang mengenai interaksi antara kesenian dan religiusitas. Khususnya di tanah Jawa, simbiosis antara tradisi dan ajaran agama Islam telah terjalin dengan erat. Di antara banyak manifestasi yang muncul akibat interaksi ini, Gendhing Pepeling oleh Ki Anom Suroto menjadi salah satu yang paling menarik untuk dieksplorasi. Karya ini tidak hanya dihargai sebagai karya seni, tetapi juga sebagai representasi spiritual dari tuntunan shalat dalam Islam, khususnya yang tercermin dalam Surah Al-Ankabut ayat 45.
Surah Al-Ankabut ayat 45 menjelaskan tentang keutamaan shalat yang dapat menjauhkan manusia dari perbuatan fakhsya’ dan munkar. Di sisi lain, dalam kerangka ibadah, Islam memandang shalat memiliki kedudukan istimewa. Ini tidak hanya karena perintah shalat langsung diberikan oleh Allah kepada Nabi Muhammad, tetapi juga karena dampak spiritual dan sosial yang dihasilkan dari pelaksanaan shalat.
Di Indonesia, khususnya di tanah Jawa, pesan tentang pentingnya shalat sering disampaikan melalui medium kesenian. Salah satunya adalah melalui gendhing, yang telah menjadi bagian dari tradisi karawitan Jawa sejak lama. Dalam upaya dakwahnya, Walisongo memilih untuk mengintegrasikan ajaran Islam dengan tradisi karawitan, sehingga masyarakat Jawa dapat dengan mudah menerima dan menginternalisasikan ajaran tersebut. Gendhing Pepeling oleh Ki Anom Suroto, dengan pemilihan diksi yang tepat dan menyentuh, menjadi salah satu contoh paling jelas dari upaya integrasi ini.
Maka dari itu, dalam tulisan ini kita akan menyelami lebih dalam bagaimana Gendhing Pepeling, sebagai representasi seni, dapat mencerminkan pesan dan esensi dari Surah Al-Ankabut ayat 45. Melalui analisis ini, kita akan melihat bagaimana seni dan religiusitas saling melengkapi dan menguatkan dalam bingkai ke-Indonesiaan.
Makna Shalat dalam Surah Al-Ankabut ayat 45
Kewajiban pertama seorang muslim ialah beribadah kepada Allah dengan mendirikan shalat lima waktu. Shalat dilakukan untuk mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Hal ini tertuang dalam firman Allah surah Al-Ankabut: 45
ٱتْلُ مَآ أُوحِىَ إِلَيْكَ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ ۖ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ ٱللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
Artinya: Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Thabathaba’i menafsirkan ayat ini bahwa perintah melaksanakan shalat yaitu dengan“Shalat melarang/mencegah kemungkaran dan kekejian”. Ini berarti shalat adalah amal ibadah yang pelaksanaannya membuahkan sifat keruhanian dalam diri manusia yang menjadikannya tercegah dari perbuatan keji dan mungkar sehingga hati menjadi bersih dari dosa dan pelanggaran. Dengan demikian shalat adalah cara untuk memperoleh potensi keterhindaran dari keburukan.
Kata تَنْهَىٰ artinya melarang. Shalat berfungsi melarang seseorang melakukan kekejian dan kemungkaran. Dan karena itulah shalat diatur dalam waktu yang berbeda-beda yakni sehari lima waktu, agar setiap saat menjadi pengingat dalam melarang melakukan perbuatan keji dan munkar.
Kata تَصْنَعُونَ digunakan untuk menunjuk perbuatan yang dilakukan seseorang yang mahir dan terampil. Tentu saja kemahiran dan keterampilan itu lahir dari berulang-ulangnya perbuatan atau bahkan latihan sang pelaku. Atas dasar inilah, shalat dan amal saleh memerlukan latihan kejiwaan dan pengulangan pengamalan agar ia menjadi kebiasaan yang melekat.
Gendhing Pepeling, Interkoneksi dengan Ajaran Shalat
Gendhing pepeling memiliki lirik yang sederhana, namun pesan yang disampaikan sangat mendalam yakni mengenai perintah shalat. Shalat yang dikerjakan pun hendaknya dilakukan dengan khusyu dan istiqamah. Dalam istilah Jawa, kata Pepeling memiliki arti mengingat, maksudnya sebagai hamba hendaknya selalu mengingat Allah sebagai dzat Pencipta. Berikut ini lirik gendhing pepeling dan isi pesan yang terkandung.
Wis wancine tansah dielengke
Wis wancine podo nindakake
Adzan wus kumandang wayahe sembahyang
Netepi wajib dawuhe pangeran
Bait pertama pada gendhing ini menjelaskan bahwa Allah memerintahkan kepada umat manusia untuk melaksanakan shalat. Shalat menjadi bagian dari hidup umat islam yang sudah menjadi kebutuhan hidup mereka, bukan lagi hanya sebatas kewajiban yang ditunaikan. Isi dari bait ini selaras dalam surah Al-Ankabut: 45 dalam kalimat وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ yang juga mengandung perintah shalat.
Sholat dadi cagak ing agomo
Limang wektu kudu tansah dijogo
Kanthi istiqomah lan sing tumakninah
Luwih sampurno yen berjama’ah
Salat dikatakan sebagai tiang agama karena ia adalah penguat agama islam. Rasulullah bersabda bahwa “Sholat Adalah Tiang Agama, barang siapa yang menegakkannya, maka ia telah menegakkan agamanya dan barangsiapa yang merobohkannya, berarti ia telah merobohkan agamanya”. Dalam hal ini shalat harus dilaksanakan lima waktu dengan istiqamah dan tuma’ninah. Istikamah adalah melaksanakn ibadah salat secara konsisten dengan niat yang lurus, hati yang bersih, dan khusyuk. Sedangkan tumakninah diartikan sebagai tidak melakukan gerakan salat dengan terburu-buru. Dengan melakukan salat secara istiqamah dan tuma’ninah, ibadah akan lebih khusyuk sehingga dapat diterima oleh Allah. Hal ini selaras dengan kalimat تَصْنَعُونَ yang berarti dalam melaksanakan shalat memerlukan latihan kejiwaan dan pengulangan pengamalan agar ia menjadi kebiasaan yang melekat.
Subuh Luhur lan ‘Asar
Sholat sayekti ngadohke tindak mungkar
Maghrib lan ‘Isya’ jangkepe
Prayogane ditambah sholat sunate
Salat lima waktu yakni Subuh, Dzuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya merupakan suatu kewajiban yang didasari dengan hati ikhlas, agar salat dapat dikatakan sebagai bentuk untuk ngadohke tindak mungkar (menjauhkan perbuatan keji dan mungkar. Kita akan selalu mengingat Allah ketika shalat, jika dalam shalat dilandasi hati yang ikhlas karena iman. Jika kita sudah merasa demikian, maka dalam diri kita akan timbul rasa takut untuk melakukan hal buruk ataupun perbuatan tercela. Hal ini selaras dengan kalimat إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ dalam surah al-Ankabut: 45.
Jo sembrono iku printah agomo
Ngelingono neng ndonya mung sedelo
Sabar lan tawakal pasrah sing kuoso
Yen kepengin mbesok munggah suargo
Bait penutup dalam gendhing pepeling ini memiliki maksud bahwa kehidupan di dunia itu hanya sementara, sehingga dalam melaksanakan ibadah shalat tidak boleh sembarangan atau seenaknya sendiri. Shalat harus dilaksanakan dengan penuh kesabaran dan berpasrah diri atas ibadah yang sudah dilakukan kepada Allah. Allah akan memberi balasan bagi hambanya yang menjalankan perintah-Nya maupun yang melalaikannya. Azab pedih neraka jahannam bagi yang meninggalkan shalat dan pahala surga bagi yang melaksanakan shalat dengan khusyu’.
Dengan demikian, makna dalam surah Al-Ankabut ayat 45 juga tercakup dalam Gendhing Pepeling karya Ki Anom Suroto berupa perintah untuk mengerjakan shalat. Shalat yang dilakukan dengan istikamah dan tuma’ninah dapat mencegah perbuatan fakhsya’ dan munkar dalam kehidupan sehari-hari. Maka, jika kita melaksanakan perintah-perintah agama dalam hal ini adalah shalat, Allah akan memberikan balasan berupa surga yang didalamnya dipenuhi dengan kenikmatan.
Add comment