Dalam konteks global, masalah perlindungan data pribadi dan penyalahgunaan identitas menjadi isu utama yang sedang menjadi perhatian. Indonesia, sebagai salah satu negara dengan populasi yang besar dan peningkatan akses teknologi, menghadapi tantangan unik dalam menjaga integritas sistem kesehatannya.
Fenomena seperti dokter palsu muncul sebagai hasil dari celah keamanan informasi dan kurangnya edukasi publik mengenai perlindungan data. Kasus Susanto mencerminkan bagaimana penipuan identitas dapat terjadi dengan mudah, memungkinkan seseorang tanpa kualifikasi medis untuk berpraktik sebagai dokter selama beberapa tahun.
Pencurian identitas, khususnya di sektor kesehatan, telah menjadi perhatian global, dan Indonesia tidak terkecuali. Kasus Susanto, yang memanfaatkan identitas dr. Anggi Yurikno, merupakan contoh nyata dari bagaimana celah-celah dalam perlindungan data dapat dieksploitasi.
Susanto dengan cerdik memperoleh informasi pribadi dr. Yurikno dari aplikasi online, lalu mengganti foto dengan gambarnya. Dengan menggunakan identitas yang dipalsukan ini, ia berhasil meyakinkan Rumah Sakit PHC Surabaya untuk merekrutnya sebagai dokter (CNN Indonesia, 2023).
Keberhasilan Susanto dalam memalsukan dokumen Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) ini adalah pilar fundamental integritas medis di Indonesia, bukan hanya persoalan keandalan prosedur pemeriksaan yang ada, tetapi juga menimbulkan pertanyaan serius tentang integritas sistem kesehatan kita.
Tantangan yang dihadapi sistem kesehatan semakin diperparah dengan fakta bahwa Susanto, dengan identitas palsu, berhasil berpraktik sebagai dokter selama hampir tiga tahun tanpa terdeteksi. Dampak finansial dari tindakannya terhadap rumah sakit mencapai angka signifikan, dengan kerugian diperkirakan mencapai Rp262 juta (CNN Indonesia, 2023).
Menyikapi kasus ini, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menunjukkan bahwa salah satu faktor yang memungkinkan Susanto berhasil adalah akses yang semakin mudah ke informasi kesehatan di internet. Banyaknya sumber online yang memberikan informasi medis mendetail, sementara bermanfaat bagi banyak orang, juga dapat disalahgunakan oleh individu dengan niat jahat seperti Susanto (CNN Indonesia, 2023).
Risiko yang ditimbulkan oleh dokter palsu jauh lebih mendalam daripada sekedar penyalahgunaan identitas. Misdiagnosis, pengobatan yang salah, serta risiko penyebaran penyakit menambah daftar panjang ancaman yang bisa terjadi (The Conversation, 2018). Salah satu risiko terbesar adalah potensi untuk menerima obat palsu, yang bisa berakibat fatal bagi pasien (The Jakarta Post, 2022).
Namun, di balik fenomena dokter palsu, ada isu yang lebih besar yang harus dihadapi oleh Indonesia: kesadaran akan perlindungan data pribadi. Penelitian oleh Amin et al. (2021) menunjukkan bahwa banyak pengguna smartphone di Indonesia memiliki pengetahuan yang rendah tentang keamanan dan privasi informasi di perangkat mereka. Hal ini diperparah dengan temuan bahwa pengguna Facebook di Indonesia sering kali ceroboh saat memasukkan informasi pribadi mereka di platform tersebut (Sari & Sihotang, 2016). Marune (2021) menekankan pentingnya meningkatkan kesadaran publik tentang perlindungan data pribadi dan keamanan siber di Indonesia. Sementara itu, Mahardika et al. (2020) menemukan bahwa kesadaran karyawan tentang keamanan informasi di Komisi Yudisial Indonesia berada pada tingkat rata-rata.
Fenomena dokter palsu ini, menunjukkan bahwa perlu upaya terpadu untuk meningkatkan kesadaran publik mengenai keamanan data dan pentingnya verifikasi kualifikasi profesional. Kasus Susanto mungkin hanya satu dari banyak kasus serupa yang belum terungkap. Oleh karena itu, pendidikan, regulasi yang lebih ketat, dan keterlibatan masyarakat adalah kunci untuk memastikan keamanan dan integritas sistem kesehatan Indonesia di masa depan.
Sumber:
Amin, M., Tasmil, H., Dhahir, D. F., & Hadiyat, Y. (2021). Security and privacy awareness of smartphone users in Indonesia. Journal of Physics, 1882(1), 012134. https://doi.org/10.1088/1742-6596/1882/1/012134
Mahardika, M. S., Hidayanto, A. N., Paramartha, P. A., Ompusunggu, L. D., Mahdalina, R., & Affan, F. (2020). Measurement of employee awareness levels for information Security at the Center of Analysis and Information Services Judicial Commission Republic of Indonesia. Advances in Science, Technology and Engineering Systems Journal, 5(3), 501–509. https://doi.org/10.25046/aj050362
Marune, A. E. M. S., & Hartanto, B. (2021). Strengthening personal data protection, cyber security, and improving public awareness in Indonesia: Progressive Legal perspective. International Journal of Business, Economics, and Social Development, 2(4), 143–152. https://doi.org/10.46336/ijbesd.v2i4.170
Sari, P.K., & Sihotang, F.S. (2016). MEASUREMENT OF INFORMATION SECURITY AWARENESS AMONG FACEBOOK USERS IN INDONESIA.
Martyr, P. (n.d.). A brief history of fake doctors, and how they get away with it. The Conversation. https://theconversation.com/a-brief-history-of-fake-doctors-and-how-they-get-away-with-it-94572
Post, J. (2022, July 27). When shopping online is deadly. The Jakarta Post. https://www.thejakartapost.com/opinion/2022/07/27/when-shopping-online-is-deadly.html
Add comment