Artikel contoh pidato moderasi beragama ini mengajak para pembaca untuk merenungkan pentingnya harmoni dan toleransi dalam keragaman kepercayaan yang ada di masyarakat kita. Dalam artikel yang akan Anda baca, kami menyajikan pidato-pidato yang dirancang untuk menginspirasi dan memberi arahan tentang bagaimana kita, sebagai individu dan komunitas, dapat memelihara dan mempromosikan moderasi beragama.
Pidato-pidato yang termuat di dalamnya merupakan refleksi dari prinsip-prinsip Islam Wasathiyah, yang berarti Islam yang moderat, dan bagaimana prinsip-prinsip ini dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari untuk menciptakan masyarakat yang lebih damai dan inklusif. Contoh pidato moderasi beragama ini mengangkat aspek penting dalam beragama secara moderat, termasuk menghormati perbedaan, berdialog dengan penuh rasa saling menghargai, dan menolak ekstremisme dalam segala bentuknya.
Kita akan mengeksplorasi bagaimana nilai-nilai seperti kasih sayang, toleransi, dan kebijaksanaan tidak hanya relevan, tetapi esensial dalam konteks Indonesia yang beragam. Slogan ‘Bhinneka Tunggal Ika’ yang menjadi fondasi negara, mengingatkan kita semua tentang kekuatan yang ada dalam keragaman dan bagaimana kita bisa bertumbuh bersama meskipun berbeda.
Di tengah meningkatnya diskriminasi dan intoleransi yang terjadi, baik secara offline maupun online, contoh pidato moderasi beragama ini ditujukan untuk menjadi mercusuar yang menerangi kegelapan, memberikan arahan dan harapan. Pidato yang akan Anda temui dalam artikel ini mengajak kita semua untuk memandang keberagaman agama sebagai kekayaan yang harus dihargai, bukan sebagai sumber perpecahan.
Contoh Pidato Moderasi Beragama 1
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Marilah kita panjatkan puji syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, Sang Pencipta alam semesta, yang telah memberikan kita nikmat yang tidak terhingga. Shalawat serta salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, proklamator kemerdekaan, yang dalam menyebarkan dakwah, dikenal dengan metode yang mengajak, merangkul, dan memuliakan Islam dengan bijaksana.
Hadirin yang saya muliakan, terutama dewan hakim yang terhormat dan panitia lomba yang semangatnya luar biasa, serta pemirsa di mana pun Anda berada, semoga kebugaran kita segera pulih sehingga kita dapat berjumpa dalam keadaan yang lebih baik.
Saya ingin menyampaikan bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan kedamaian, sebagaimana nama ‘Islam’ itu sendiri. Seorang muslim adalah orang yang berusaha untuk menebarkan salam, ketentraman, dan kedamaian kepada sesama. Rasulullah SAW bersabda bahwa seorang muslim adalah orang yang memberikan rasa aman kepada orang lain, baik melalui ucapan maupun perbuatan.
Kita hidup di zaman di mana tantangan dan fitnah sering muncul, namun kita diajak untuk tidak menjadi biang kerok perpecahan. Saat ini, banyak yang berperan sebagai ‘tukang kompor’, yang menebar kehangatan yang salah arah sehingga membakar semangat persatuan.
Di Indonesia, semboyan ‘Bhinneka Tunggal Ika’ mengajarkan kita untuk menghargai keragaman agama, budaya, bahasa, dan suku bangsa. Ironisnya, di tahun 2020, kita menyaksikan peningkatan pelanggaran kebebasan beragama. Internet yang seharusnya menjadi sarana kebebasan malah digunakan untuk berbagai tuduhan dan stigma negatif.
Di tengah pandemi yang meningkatkan diskriminasi dan intoleransi, kita harus bertanya pada diri kita, apakah ini yang kita inginkan untuk masa depan kita? Tentunya jawabannya adalah tidak.
Saya, penceramah, pada kesempatan yang berharga ini, akan menyampaikan suatu pesan yang berjudul “Sosial NKRI Tetap Solid di Musim yang Berubah“. Kita diajak oleh Allah dalam Surah Al-Hujurat ayat 13, untuk mengenal dan menghargai perbedaan sebagai sesuatu yang memperkaya. Ayat ini mengingatkan kita bahwa yang paling mulia di antara kita adalah yang paling bertakwa.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Kita harus membangun negeri ini dengan semangat persatuan, toleransi, dan kebersamaan dalam bingkai ukhuwah Islamiyah, Wathoniyah, dan Insaniyah. Tawakal kepada Allah harus senantiasa kita tingkatkan sebagai bentuk ketaatan kita.
Mari kita tingkatkan imunitas dan iman kita, dan tidak mendiskriminasi siapapun, termasuk mereka yang terinfeksi virus. Sebagai umat Islam, kita diajak untuk saling mendidik dengan cinta, menghargai dengan kasih, dan menjaga persatuan.
Kawan-kawan, marilah kita hijrah menjadi lebih baik dengan Islam Wasathiyah, menjaga negara ini dalam segala situasi, termasuk di tengah kompetisi yang kita hadapi.
Akhir kata, saya mohon maaf jika ada kesalahan dan kekurangan dalam penyampaian saya ini. Semoga Allah memberikan kita taufik dan hidayah-Nya.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Contoh Pidato Moderasi Beragama 2
Yang bejat menjadi beradab, yang suka maksiat menjadi rajin salat, yang suka chattingan di Instagram, Android, silakan, tapi jangan lupa dengan pengajian. Haji Sulam bersama Syekh Puji yang jawab salam, mudah-mudahan segera naik haji.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Penghuni surga-Nya Allah serta teman-teman sekalian, calon pemimpin di masa yang akan datang. Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Dzat Allah Rabbul Izzati yang maha suci, yang harus kita yakini dengan sepenuh hati sampai kita mati nanti. Tak lupa shalawat beserta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan alam yang lebih mulia dan raja dari semua insan yang adalah Nabi Besar Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam, beserta keluarga, sahabat, dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga yaumil akhir.
Hadirin sekalian yang berbahagia, pada kesempatan yang berbahagia ini, izinkan saya menyampaikan sebuah pidato yang berjudul “Moderasi Beragama di Kalangan Pelajar dalam Konsep Islam.”
Hadirin sekalian, agama Islam hadir ke muka bumi ini membawa misi mulia yang salah satunya sebagai penyempurna akhlak atau moral bagi umat manusia, khususnya bangsa Indonesia, yang menjadi beradaptasi, yang suka maksiat menjadi rajin salat, yang suka chattingan—coy—di Instagram, Android, silakan, tapi jangan lupa dengan pengajian.
Tetapi ironisnya, saudara-saudaraku, fenomena pilihan radikalisme agama dan intoleransi bertebaran di mana-mana yang belum ada obatnya. Bahkan yang paling sadis lagi, hadirin, sedikit orang zaman sekarang yang katanya paling pancasilais, bukan untuk mempersatukan umat, namun malah menghancurkan umat dengan tuduhan yang tak berdasar tersebut, seperti halnya di Gereja Katedral Makassar pada 28 Maret yang lalu, kemudian aksi penembakan di halaman Mabes Polri, hingga aksi teror yang katanya dilakukan oleh mujahidin Indonesia Timur yang akhirnya sigma buruk terhadap Islam terkonstruksi dalam setiap mindset masyarakat, bahwa Islam merupakan agama radikalis, agama teroris.
Lalu, bagaimana agar Islam tidak dipandang sebagai agama radikalis, etnis, dan teroris? Jawabannya ada pada penggalan Al-Quran, Surah Al-Baqarah ayat 143:
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا ۗ وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ ۚ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۗ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.
Hadirin sekalian yang dimuliakan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Imam Ibnu Jarir at-Tabari dalam Tafsir at-Tabari Juz 2 halaman 7, menyebutkan kata umatan wahidan dengan posisi paling baik dan paling tinggi, sehingga kata Profesor Doktor Quraish Shihab, agar Islam dapat tersampaikan dengan tepat ke seluruh umat, tiada lain dan tiada bukan, harus berislam washatiyah atau moderat, yang memiliki arti keseimbangan dalam setiap objek permasalahan.
Lalu, bagaimana caranya berislam wasatiyah itu? Menurut konsultasi tingkat tinggi ulama yang diselenggarakan di Bogor tanggal 1 sampai dengan 3 Mei 2018, bahwa cara berislam wasatiyah itu, di antaranya adalah:
Pertama, tawasuth atau mudharat dalam beragama, yaitu bagaimana cara kita bersikap, memandang, berperilaku melalui jalan tengah dalam beragama, supaya kita tidak berlebihan atau tidak ekstrem dalam menjalankan agama. Sebagai pelajar, kita harus dituntut untuk benar-benar memahami ilmu agama, supaya kita memahami agama secara keseluruhan.
Kedua, tasamuh, itu bersikap toleransi antar sesama tanpa melihat suku, agama, dan golongan. Berbicara mengenai toleransi, hadirin, sekarang ini banyak sekali orang yang keliru memaknai arti toleransi. Teman-teman sekalian, saya ingin bertanya, apakah toleransi itu dengan cara saling mengucapkan selamat lebaran atau Selamat Natal antar pemeluk agama yang berbeda? Apakah toleransi itu dengan cara membuat sebuah film dengan judul “Santri” yang isinya pemberian hadiah di dalam tempat ibadah agama lain? Apakah toleransi itu saling mengucapkan selamat lebaran? Apakah toleransi itu dengan cara saling mengikuti ritual agama lain? Tentu tidak, jauh tidak, bro. Islam sudah mengatur tentang toleransi ini. Kita harus saling menghormati dan menghargai antar sesama pemeluk agama dalam berbagai aspek kehidupan, tapi tidak untuk masalah aqidah. Dalam Al-Quran sudah jelas disebutkan dalam surah Al-Kafirun:
“Demikian pula aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembah apa yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.”
Dan yang ketiga adalah tasyawur, yaitu bermusyawarah dalam setiap masalah. Jika prinsip-prinsip ini kita realisasikan, hadirin, Insyaallah, moderasi beragama akan terjalin dengan baik.
Dewan juri yang saya hormati, hadirin sekalian yang saya cintai, demikian pidato singkat yang bisa saya sampaikan. Kurang lebihnya mohon dimaafkan. Sebagai kesimpulan, bahwa kita sebagai pelajar harus menjalankan moderasi beragama dengan sebaik-baiknya tanpa melihat suku, agama, dan golongan, dan sebagai pelajar, kita harus menjalankan moderasi ini dengan baik tanpa mengurangi nilai-nilai aqidah yang telah kita miliki.
Sebelum saya tutup pidato ini, izinkan saya menyampaikan sebuah pantun:
Umat Islam merayakan Idul Adha,
Kristiani mengajarkan kasih dan damai.
Mari tegakkan moderasi beragama,
Agar tercipta negara yang damai.
Sebagai ungkapan dari saya yang terakhir,—perbedaan adalah hikmah terbesar dalam keberagaman.
Wabillah Hidayah wa Ridho Wal Inayah, warahmatullahi wabarakatuh.
Kami berharap, melalui contoh pidato moderasi beragama ini, para pembaca akan mendapatkan inspirasi dan wawasan baru tentang bagaimana moderasi beragama dapat diwujudkan dalam praktik sehari-hari. Selamat membaca, dan semoga kita semua dapat berkontribusi terhadap pembangunan masyarakat yang lebih damai dan harmonis.
Add comment