Mengisi Ruang Maya
konsumen cerdas

Awas Bid’ah, Konsumen Cerdas tak Pernah Salah Merek

“Salah Kaprah” – istilah yang digunakan di desa saya untuk menggambarkan kesalahan yang dibiarkan berlarut-larut akibat kebiasaan. Di desa saya, kekeliruan ini tak hanya terbatas pada satu aspek, namun merambah dari penyebutan nama hingga objek tertentu. Kesalahan semacam ini berakar dari ketidakpedulian dan kurangnya usaha untuk memperbaiki pemakaian yang salah.

Misalnya saja, saya sering mengingat peristiwa masa lalu saat membeli makanan di warung sebelah rumah. Ada seorang pembeli yang dengan tegas mengatakan “mas beli Aqua”. Namun, yang menarik perhatian saya adalah kardus yang diangkat ternyata bermerek “Club”. Kejadian serupa juga saya dengar di toko kelontong dekat sekolah SD saya, saat seorang pembeli mengatakan “mas berapa Aquanya”, sambil mengangkat botol “Le Minerale”. Di toko yang sama, pembeli lain berkata, “mas Pepsodent ini berapaan”, sementara yang dipegangnya adalah pasta gigi bermerek Close Up. Yaaa…maklumlah wong ndeso.

Lalu apa yang menyebabkan fenomena ini? Tentu saja, hal ini terjadi akibat pengaruh masifnya iklan di media. Iklan yang paling dominan di televisi kala itu tertanam kuat di benak konsumen. Konsumen di desa saya, yang mungkin kurang kritis, menerima informasi dari iklan tersebut dan menganggapnya sebagai kebenaran mutlak. Sehingga, semua air mineral disebut Aqua, dan semua pasta gigi disebut Pepsodent, padahal ada banyak merek lain seperti Club, Le Minerale, Cleo untuk air mineral, dan seterusnya.

Hingga kini, kebiasaan tersebut masih dilestarikan. Terbukti saat hari ini, 16/09/2023, saya masih mendapati kejadian serupa. Namun, tentu saja hal ini sudah mulai berkurang. Penyakit “salah kaprah” ini mayoritas dialami oleh generasi sebelumnya, yang kini berumur 60-80 tahun. Generasi baru di desa saya sudah lebih cerdas dalam membedakan merek. Mereka mampu membedakan Rinso dengan Daia, Molto, Total, dan Attack. Kita bisa menyebut mereka sebagai konsumen cerdas.

Baca Juga :   Pendaftaran CPNS 2023: Rincian Formasi di 20 Kementerian/Badan

Dalam konteks memaknai berbagai istilah di media massa pun, konsumen di era AI ini tentunya sudah cerdas. Ambil contoh kata “Bid’ah”. Ini adalah kata benda yang tentu memiliki sifat, bisa baik atau jelek. Misalnya, jika saya berkata “menulis itu bid’ah”, itu bisa memiliki dua makna. Namun, jika Anda mendapati bahwa saya mensifatinya sebagai baik, tentu maknanya jelas: menulis itu sesuatu yang positif dan inovatif. Di sisi lain, jika kita memaknai “bid’ah” dalam konteks bahasa Arab, yaitu menciptakan sesuatu yang baru, maka perubahan sebutan dari “Bro” ke “Cak” bisa dianggap sebagai bid’ah dalam konteks tersebut.

Sebagai penutup, di era informasi yang serba cepat dan canggih seperti sekarang, generasi muda di desa saya, dan tentunya di banyak tempat lain, harus menjadi konsumen yang cerdas. Mengidentifikasi dan memahami informasi dengan tepat adalah kunci. Sudah saatnya meninggalkan kebiasaan “salah kaprah” dalam menyebut dan memaknai sesuatu, terutama dalam hal merek barang konsumsi. Dengan demikian, kita tidak hanya menjadi konsumen yang cerdas, tetapi juga konsumen yang tepat dan berpengetahuan.

Penulis: Soleh Hasan Wahid

Avatar photo

Redaksi El Kariem

Tim redaksi elkariem-mengisi ruang maya. "Saya adalah saya dan etnis, ras, atau agama saya adalah identitas saya. Anda adalah Anda dan etnis, ras, atau agama Anda adalah identitas Anda. Kita adalah satu umat manusia yang bersatu di satu planet, dan kemanusiaan kita yang bersama adalah identitas kita."

1 comment

Follow us

Don't be shy, get in touch. We love meeting interesting people and making new friends.

Most popular

Most discussed